iklan Swatch mata sipit
Jam Tangan

Iklan Swatch Mata Sipit Picu Kemarahan Publik

Dunia pemasaran global kembali dihadapkan pada dilema sensitivitas budaya, kali ini menimpa merek jam tangan asal Swiss, Swatch. Merek yang dikenal dengan desainnya yang ceria dan berani, secara mendadak menjadi pusat kontroversi setelah salah satu iklannya menuai kemarahan publik di Tiongkok. Isu utama terletak pada penggunaan gestur yang dianggap rasis, yang dengan cepat memicu gelombang kritik dan seruan boikot. Swatch pun bertindak cepat dengan menarik kembali iklan tersebut, tetapi insiden ini menyisakan pelajaran berharga tentang pentingnya memahami nuansa budaya di pasar-pasar kunci.

Meskipun kesalahan ini tampaknya tidak disengaja, dampaknya sangat besar. Peristiwa ini menunjukkan betapa rentannya citra merek di era digital, di mana satu kesalahan kecil dapat menyebar dan merusak reputasi yang dibangun selama bertahun-tahun.

 

Iklan Swatch Mata Sipit Picu Kemarahan Publik

Kontroversi bermula dari sebuah iklan untuk koleksi Swatch Essentials. Dalam iklan tersebut, seorang model pria Asia terlihat membuat gestur “mata sipit” dengan menarik sudut matanya ke belakang. Gestur ini, yang secara historis digunakan sebagai ejekan rasis terhadap orang-orang keturunan Asia Timur, dengan cepat menjadi sorotan. Meskipun gestur tersebut mungkin dimaksudkan sebagai sesuatu yang unik atau edgy dalam konteks kreatif, maknanya yang ofensif tidak luput dari perhatian publik Tiongkok.

Reaksi di media sosial Tiongkok, khususnya di platform Weibo, sangatlah kuat. Komentar-komentar membanjiri unggahan Swatch, menuduh perusahaan melakukan diskriminasi terang-terangan dan menunjukkan kurangnya pemahaman budaya. Para influencer besar dengan jutaan pengikut juga turut bersuara, memperkuat seruan untuk memboikot tidak hanya produk Swatch, tetapi juga merek-merek lain di bawah Swatch Group, seperti Omega dan Tissot.

Peristiwa ini terjadi di saat penjualan Swatch di Tiongkok sudah mengalami penurunan, menjadikannya krisis PR yang sangat sensitif. Perusahaan melaporkan penurunan penjualan yang signifikan di paruh pertama tahun ini, yang mereka kaitkan secara eksklusif dengan pasar Tiongkok yang melemah.

 

Respons Kilat Swatch dan Permintaan Maaf Resmi

Menyadari tingkat kemarahan yang meluas, Swatch tidak membuang waktu. Dalam waktu kurang dari 24 jam setelah kontroversi pecah, perusahaan mengeluarkan permintaan maaf resmi dan mengumumkan penarikan iklan tersebut. Dalam sebuah pernyataan yang diunggah di Instagram dan Weibo, Swatch menyampaikan penyesalan mereka: “Kami telah mencatat kekhawatiran baru-baru ini mengenai penggambaran seorang model dalam gambar untuk Koleksi Swatch ESSENTIALS. Kami memperlakukan masalah ini dengan sangat penting dan telah segera menghapus semua materi terkait di seluruh dunia. Kami dengan tulus meminta maaf atas segala penderitaan atau kesalahpahaman yang mungkin telah ditimbulkan.”

Meskipun respons ini cepat, banyak pengguna media sosial merasa permintaan maaf tersebut tidak cukup. Beberapa orang mengkritik penggunaan kata “kesalahpahaman,” dengan alasan bahwa hal itu mengabaikan sifat rasis dari gestur tersebut. Kritikus berpendapat bahwa kesalahan semacam itu tidak seharusnya terjadi pada merek sekelas Swatch. Reaksi ini menunjukkan bahwa di era digital, permintaan maaf yang terasa tidak tulus atau mengelak dapat memperburuk krisis.

Namun, beberapa analis pemasaran berpendapat bahwa kecepatan tanggapan Swatch setidaknya dapat mengurangi kerusakan jangka panjang. Mereka menekankan bahwa Swatch belajar dari kesalahan merek lain, seperti Dolce & Gabbana, yang pada tahun 2018 menghadapi krisis serupa dan dinilai terlalu lambat dalam menanggapi.

 

Iklan Swatch Mata Sipit: Pelajaran Berharga tentang Sensitivitas Budaya

Insiden ini bukan yang pertama, dan kemungkinan besar bukan yang terakhir. Banyak merek global telah menghadapi kontroversi serupa di Tiongkok dan pasar Asia lainnya. Kasus Dolce & Gabbana dan Dior menjadi contoh nyata tentang betapa mahalnya biaya kurangnya sensitivitas budaya.

  • Pentingnya Riset: Merek harus menginvestasikan waktu dan sumber daya untuk memahami norma budaya dan sensitivitas di pasar tempat mereka beroperasi. Apa yang mungkin dianggap sebagai “seni” atau “ekspresi bebas” di Barat, bisa memiliki konotasi historis atau sosial yang sangat ofensif di tempat lain.
  • Proses Persetujuan Konten: Setiap materi iklan, terutama yang ditujukan untuk pasar global, harus melalui proses tinjauan yang ketat. Tim pemasaran harus bekerja sama dengan konsultan lokal atau pakar budaya untuk memastikan tidak ada elemen yang dapat disalahartikan atau menyinggung.
  • Dampak Media Sosial: Kontroversi di Tiongkok sering kali menyebar dengan kecepatan yang luar biasa di platform seperti Weibo dan TikTok, tempat merek tidak memiliki kontrol penuh atas narasi. Swatch belajar dengan cara yang sulit bahwa reputasi merek bisa rusak dalam hitungan jam.

Pada akhirnya, iklan Swatch mata sipit adalah sebuah pengingat bagi setiap merek global: kesuksesan di pasar internasional tidak hanya bergantung pada kualitas produk, tetapi juga pada kemampuan untuk berinteraksi dengan audiens secara hormat dan otentik. Kegagalan untuk melakukannya dapat berakibat fatal, terutama di pasar yang sangat penting seperti Tiongkok.

Baca juga:

Informasi Ini Dipersembahkan oleh NagaEmpire

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top